Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan pelayanan terdepan bagi pasien yang memerlukan penanganan cepat. Maka dibutuhkan juga peran dokter spesialis emergency yang andal. Koondisi IGD yang padat dan tidak terprediksi dapat meyebabkan menurunnya kondisi pelayanan dan perawatan yang tidak optimal.
Triase adalah tingkatan klasifikasi pasien berdasarkan penyakit, keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya. Sehingga triase lebih tepat dikatakan sebagai metode untuk secara cepat menilai keparahan kondisi pasien, dan menetapkan prioritas serta memberikan perawatan pasien sesuai urutan prioritas.
RS Awal Bros Batam telah menggunakan standar Emergency Severuty Index (ESI) yang terbagi dalam lima bagian,dari ESI 1 sampai ESI 5, sesuai kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit. Prioritas ESI 1, yaitu keadaan darurat yang bila tidak dilakukan penanganan dalam 0 mneit dapat mengakibatkan kematian. Contohnya pada pasien yang dengan henti jantung. “Jika pasien yang tiba di UGD dalam kondisi henti jantung, maka dilakukan triage. Dan bila hasilnya triage ESI 1, pasien akan dilakukan tindakan di area resusitasi”, kata dr. Felecia Ohoiwutun, SpEM Dokter Spesialis Emergency Medik.
Kemudian ESI 2 yang berguna bagi pasien yang membutuhkan penanganan pada kasus urgen. Contohnya kasus stroke infark serebral. Dimana terjadi kondisi kerusakaan jaringan di otak akibat tidak mendapatkan suplai oksigen. Kemudian ESI 3 seperti pada kasus appendicitis (usus buntu). Dan untuk ESI 4 dan 5 seperti pada kasus muntah atau diare tanpa dehidrasi dan kunjungan imunisasi.
Dokter spesialis emergency medik ini berperan sebagai jembatan antara pasien dengan dokter spesialis lainnya. Oleh karena itu, kemampuan dan manajemen sumber daya manusia yang baik di UGD terutama untuk meresusitasi dan menstabilkan kondisi pasien, terutama pasien gawat darurat. Ia menjelaskan bahwa dokter umumlah yang berperan sebagai garda terdepan di UGD, dimana akan menerima semua pasien dalam kondisi darurat maupun tidak.
Tapi di beberapa kesempatan ada pasien yang membutuhkan tindakan medis tertentu, yang mungkin lebih dari apa yang seharusnya menjadi kewajiban mereka, sehingga dibutuhkan dokter spesialis yang mempunyai kompetensi di UGD yang dapat melakukan tindakan tersebut.
dr. Felecia Ohoiwutun, SpEM
Bagikan ke :