Self injury adalah mencederai tubuh sendiri dengan disengaja, dengan maksud tertentu, dan tidak dapat diterima secara sosial, tanpa niat bunuh diri (Klonsky, 2007; di dalam Miller, 2010). Self Injury juga sering dikenal dengan istilah NSSI atau Non-Suicidal Self-Injury (Nock, 2009; di dalam Miller, 2010). Tindakan Self Injury bisa dalam bentuk mengamputasi anggota tubuh (jarang terjadi kecuali bila mengalami psikotik), menghantam-hantamkan kepala ke tembok, menyayat pergelangan tangan/paha bagian dalam/lengan atas, mencabuti rambut, mematahkan tulang, dll.
Self Injury umumnya dilakukan secara rahasia (jarang memberi tahu orang lain). Sehingga biasanya seseorang yang melakukan Self Injury seringkali menutupi luka akibat Self Injury dengan pakaian, perhiasan, atau perban. Self Injury dapat terjadi di usia berapa pun. Namun Self Injury lebih sering muncul sejak masa perkembangan remaja (Nixon & Heath, 2009; di dalam Miller, 2010).
Begitu seorang remaja mencoba melakukan Self Injury, maka remaja tersebut kemungkinan besar akan ketergantungan dengan Self Injury dalam mengelola emosi negatifnya. Hal ini dikarenakan seorang remaja biasanya masih belum cukup memiliki cara untuk meredakannya. Self Injury juga sering dijumpai pada seseorang dengan diagnosa Borderline Personality Disorder, gangguan suasana hati, gangguan makan, gangguan stress paska trauma, kecemasan, gangguan kontrol impuls, dan gangguan obsesif kompulsif.
Mengapa ada seseorang yang melakukan Self Injury?
Seseorang melakukan tindakan Self Injury dengan tujuan untuk meredakan perasaan-perasaan yang menyakitkan yang terlalu berlebihan (marah, malu, cemas, sedih, frustasi, dll), namun ada pula yang melakukan Self Injury karena merasa terlalu sedikit emosi atau merasa kekosongan (misal saat disosiasi: “dengan melukai diri saya dan menyaksikan darah yang keluar, saya menjadi yakin bahwa ternyata saya masih hidup”).
Tujuan lain seseorang melakukan Self Injury adalah sebagai cara mengekspresikan hal-hal yang tidak dapat mereka ceritakan. Misal: sebagai cara mereka meminta pertolongan dan sebagai cara menggambarkan perasaan menyakitkan di dalam diri. Seseorang juga melakukan Self Injury dengan tujuan menjadikan Self Injury sebagai bentuk menghukum diri (“jika saya menyakiti diri, maka tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi : biasanya ini terjadi ketika seseorang mengalami kilas balik trauma).
Kita dapat mengetahui penyebab seseorang melakukan Self Injury dengan cara memahami dinamika hubungan antara faktor-faktor lingkungan, biologis, kognitif, afektif, dan tingkah laku seseorang. Faktor lingkungan misalnya: adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa, Self Injury, atau bunuh diri; mengalami konflik dalam hubungan; memiliki teman sebaya yang melakukan Self Injury; mengalami pelecehan seksual, dll. Faktor biologis misalnya: disfungsi sistem limbik, disfungsi level serotonin, menurunnya sensitifitas terhadap rasa sakit, dll. Faktor kognitif misalnya: memiliki pikiran dan keyakinan pesimis (“tidak ada yang memahami saya, hanya Self Injury yang dapat meredakan perasaan saya”).
Faktor afektif misalnya: adanya emosi yang berkaitan dengan trauma masa lalu; kerentanan untuk merasakan emosi negatif seperti marah, putus asa, cemas, dll. Faktor tingkah laku misalnya: tingkah laku sebelum Self Injury (berkonflik dengan orang lain, menggunakan narkotika, menarik diri), tingkah laku setelah muncul keinginan Self Injury (mempersiapkan lokasi dan alat untuk melakukan Self Injury), dan tingkah laku setelah tindakan Self Injury (kembali beraktivitas, tidur, dan bercerita pada orang lain terkait Self Injury yang dilakukan). Dengan memahami alasan di balik perilaku Self Injury dan pola yang dilakukan, maka kita dapat membantu dan mendukung seseorang yang melakukan tindakan Self Injury untuk berhenti melakukannya.
Cara Menghentikan Tindakan Self Injury Menurut Dokter Rumah Sakit Awal Bros
- Kelilingi dirimu dengan benda-benda yang memiliki arti positif bagimu, misalnya: foto seseorang yang Anda sayangi, catatan berisi ungkapan cinta/dukungan dari dirimu sendiri maupun dari keluarga atau teman, aromaterapi yang dapat menenangkan dirimu.
- Alihkan pikiranmu dari tindakan Self Injury dengan mendengarkan musik, menggambar, atau menulis.
- Visualisasikan dirimu sedang mengatasi perasaan menyakitkan tanpa menggunakan Self Injury.
- Atur ulang pikiran-pikiranmu: “Sebenarnya saya sedang marah pada siapa? Apa yang membuat saya merasa begitu sedih? Saya merasa aman karena saya memegang kendali.”
- Kenali situasi seperti apa saja yang memicu Anda untuk melakukan Self Injury. Mintalah bantuan dari orang lain untuk membantumu.
- Ketika masih ada keinginan untuk merasakan sensasi menyakiti diri. Gunakanlah cara lainnya yang tidak separah Self Injury. Misalnya: memegang es batu, merobek-robek kertas, menghisap irisan lemon, atau memukul-mukul bantal.
- Lakukan olah tubuh, seperti berlari, menari, lompat tali, yoga, dll.
- Maafkanlah diri Anda yang pernah melakukan tindakan Self Injury. Maafkanlah diri Anda yang mungkin mengalami beberapa kali kegagalan ketika ingin berhenti Self Injury. Karena meskipun Self Injury dapat diobati namun sesungguhnya itu tidak mudah dan membutuhkan proses.
- Pertimbangkan untuk menemui psikolog atau psikiater bila Anda masih kesulitan untuk mengendalikan dorongan melakukan Self Injury.
Apa Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Keluarga, Teman, Guru Bila Mengetahui Ada Seseorang Melakukan Tindakan Self Injury?
- Bila Self Injury diketahui terjadi di sekolah, maka segera arahkan anak untuk menemui guru BK, atau psikolog, atau pekerja sosial yang ditunjuk oleh sekolah. Buat kesepakatan dengan orang tua agar anak dapat menjalani sesi konseling. Jagalah privasi anak, jangan memarahi atau menertawakan anak di depan teman-temannya terkait hal ini.
- Yakinkan seseorang yang melakukan Self Injury bahwa Anda siap untuk mendengarkan ceritanya bila ia ingin cerita. Beritahu kapan dan dimana Anda siap dihubungi oleh mereka. Ia akan membutuhkan beberapa waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa Anda memang dapat ia percaya.
- Gunakanlah pernyataan-pernyataan yang rasional ketika Anda ternyata merasa tak sanggup mendengarkan cerita mereka “Saya tak sanggup mendengarkan ceritamu sementara kamu masih melakukan Self Injury, saya peduli dengan dirimu, dan saya merasa sedih melihatmu melakukan hal itu”. Bukan pernyataan yang irasional seperti: “Saya akan berhenti menyayangimu kalau kamu terus melakukan Self Injury.”
- Berikan ia pengalihan dari Self Injury, misalnya: mengajaknya makan keluar, jalan-jalan keliling kompleks, menonton video lucu, dll.
- Bersikap sabar dan jangan pernah memberikan hukuman terkait Self Injury. Karena hukuman hanya akan semakin memupuk rasa bencinya pada dirinya sendiri, sehingga Self Injury justru akan semakin parah.
- Jangan lupa untuk tetap menjaga kesehatan dirimu sendiri.
Referensi:
Miller, David N. (2010). Developmental Psychopathology at School (Identifying, AssesSelf Injuryng, and Treating Self-Injury at School). New York: Springer.
http://www.selfinjury.org/
www.psychologytoday.com dalam DepresSelf Injuryon And Non Suicidal Self Injury.
Narasumber:
Afnida, M. Psi, Psikolog
Psikolog RS Awal Bros Pekanbaru