Pola pikir yang menganggap anak pintar main gadget adalah hal yang membanggakan, harus ditepis jauh – jauh. Beragam dampak keranjingan gadget, nyatanya berpengaruh langsung pada mental dan perkembangan anak, hingga anak beranjak dewasa.
Menurut psikolog anak RS Awal Bros Batam, Maryana, Mpsi, Psi mengatakan, pola fikir beginilah yang salah “gadget memang bermanfaat untuk perkembangan anak, tapi tidak boleh berlebihan. Harus ada aturan,” kata Maryana. Anak jangan sampai menjadi screen addict. Screen addict yang dimaksud lebih kepada kecanduan menatap layar, baik ponsel, tablet ataupun televisi. Dia menjelaskan, layar apapun bentuknay tidak statis. Ada gambar yang terus bergerak. Hal ini yang mnejadi candu bagi anak “anak yang candu dengan gadget biasanya tidak suka membaca buku yang sifatnya visual statis,” jelasnya.
Namun, sudah dipastikan anak yang memiliki hobi membaca punya konsentrasi dan focus yang baik dibandingkan anak yang kerajingan gadget. Belum lagi konten dan games ataupun tontonan yang kurang baik “ hal ini yang seringkali memicu adanya kekerasan, bullying, dan beragam tindakan anak yang susah di control,” ucapnya.
Paparan tontonan dan permainan ini juga memicu anak jadi kurang memiliki rasa empati dan simpati terhadap lingkungan sosialnya. “ mereka dibuat enjoy dengan permainan dan tontonan tersebut, sehingga kata orang jadi lebih bebal,” kata Maryana.
Tidur tidak nyenyak, nafsu makan berkurang, kurangnya motivasi belajar, jadi lbeih agresif, adalah candu gadget. Orangtua baru sadar kalau sudah dampak ini terasa. Lalu, bagaimanba orangtua menyikapi hal ini? Maryana mengatakan orangtua harus tegas, tega mnegurangi intensitas anak bermain gadget adalah jalan satu – satunya. Jangan pernah berfikir, untuk membelikan anak gadget pribadi, batasi waktu bermainnya. “Anak usia dibawah dua tahun tidak boleh terpapar gadget. Diatas dua tahun batasi hanya satu jam sehari, total waktu bermain smartphone dan menoton televisi,” tegasnya.
Maryana juga mengomentari orang tua yang merasa bangga ketika anaknya bermain gadget. Gadget memang dirancang user friendly alias memudahkan penggunanya, jadi sudah pasti anak bisa memahaminya. Tapi, pengaruhnya terjadi karena mental anak. “Screen addict ini memang interaktif tapi polanya satu arah. Anak akan susah berinteraksi dengan lingkungan nyata. Jadi kurang empati dan simpati. Cuek dengan lingkunagnnya,” ujarnya.
Mungkin banyak kasus kenakalan remaja itulah contoh nyatanya. Scren addict ini pengaruhnya jangka Panjang. Dua faktor penyebab tindakan criminal pada anak, satu akrena faktor ekonomi, kedua karena kejar gaya hidup dan foya – foya. “ Normanya tidak terbentuk sejak kecil. Tidak ada petimbangan ketika hendak melakukan tindakan yang merugikan dirinya atau orang lain,” katanya. Kembali, orang tua harus tega dan siap menghadapi rengekan anak akibat aturan pembatasan gadget tersebut. “Seperti ini, batasi penggunaannya perhari. Buka kurangi harinya, karena selalu ada efek balas dendam pada anak yang menerima aturan larangan main gadget dihari sekolah. Mereka akan puas bermain di hari sabtu dan minggu di ahri libur sekolah,” ungkap Maryana.
Buat jadwal Bersama anak, misalnya jadwal menonton atau bermain bersama. Orangtua merupakan role modeanak dirumah. Mereka akan mencotoh orangtuanya. Karena itu, orangtua harus mengurangi penggunaan gadget ketika sedang didalam rumah. “Minimal ketika pulang kerja sampai anak tertidur lelap,” ucapnya
Orangtua menurut Maryana tidak perlu khawatrikan anak akan terpaparnya asiknya main gadget dari lingkunga sekitar. Tidak perlu takut tuntutan jaman, menghambat perkembangan diri anak. Anak sejatinya akan belajar pada waktunya. Orang tua utamanya membentuk hubungan dan mental anak. Ketika anak sudah bisa di control di rumah, mereka akan bisa lebih siap menghadapi perkembangan jaman. “Peran orang tua dirumah yang menjadi penentunya. Tidak perlu takut pengaruh candu gadget dari luar,” uajrnya.
Bagikan ke :