Selama menjalankan ibadah puasa, tidak hanya menahan lapar dan haus, namun juga menahan hawa nafsu. Kita dapat memperoleh manfaat positif dengan berpuasa, yaitu manfaat secara fisik dan manfaat psikologis berpuasa. Manfaat berpuasa bagi kondisi fisik yaitu1: dapat membantu memperbaiki kondisi medis, menyehatkan jantung, mengurangi risiko kanker, dan menjaga berat badan. Namun hal ini tentunya harus diiringi dengan pola makan yang sehat dan seimbang, asupan cairan yang cukup, dan dilakukan saat kondisi tubuh tidak berisiko untuk menjalankan puasa. Contoh kondisi yang berisiko untuk menjalankan puasa antara lain: memiliki tekanan darah rendah, wanita hamil, diabetes, dll. Bila kita merasa memiliki kondisi tersebut, maka sebaiknya kita berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter.
Apa Saja Manfaat Psikologis Berpuasa?
Manfaat psikologis berpuasa di antaranya adalah:
- Memperbaiki suasana hati. Setelah berjam-jam berpuasa, tubuh kita akan memproduksi hormon yang berkaitan dengan suasana hati kita. Hormon ini membuat kita memiliki suasana hati yang positif, seperti perasaan bangga, perasaan memiliki kendali, dan perasaan seakan-akan kita telah berhasil menyelesaikan suatu tugas yang sulit.
- Menurunkan stress dan kecemasan. Saat berpuasa, otak memproduksi protein. Protein otak ini memiliki efek yang mirip dengan efek obat-obatan anti-depressant, sehingga derajat kecemasan, stress, dan depresi menurun.
- Meningkatkan atensi dan konsentrasi. Puasa dapat membantu mengatur kadar glukosa dalam tubuh, sehingga kita menjadi lebih mudah dalam memusatkan (fokus) dan mempertahankan (konsentrasi) perhatian dalam bekerja.
- Meningkatkan kemampuan ingatan. Dengan meningkatnya kemampuan atensi dan konsentrasi, maka kemampuan daya ingat kita pun akan menjadi lebih baik.
- Meningkatkan kualitas tidur. Saat berpuasa, kita terbiasa untuk mengkondisikan jadwal tidur malam agar dapat terbangun tepat waktu untuk sahur, sehingga kualitas dan kuantitas tidur menjadi lebih baik dibandingkan dengan hari biasa.
- Meningkatkan kemampuan pengendalian diri (Self-control). Selama berpuasa kita terlatih untuk menunda pemuasan segera dari rasa lapar dan haus, juga terlatih untuk mengendalikan diri dari berprilaku negatif.
Setelah mengetahui manfaat-manfaat berpuasa tersebut, sebaiknya kita tidak hanya menjalankan puasa untuk menggugurkan kewajiban berpuasa. Selain diniatkan berpuasa untuk beribadah, jadikan juga bulan Ramadhan ini sebagai momen yang tepat bagi kita untuk memperbaiki diri agar manfaat-manfaat berpuasa tersebut bisa tercapai optimal. Berkaca dari pengalaman berpuasa dari bulan Ramadhan sebelum-sebelumnya, kebanyakan dari kita merasa sukses dalam hal menahan lapar dan haus, namun masih merasa gagal dalam hal perbaikan diri secara psikologis, misalnya: masih merasa menjadi individu yang pendendam sehingga tiap kali berinteraksi dengan orang tertentu menjadi merasa stress, masih menjadi individu yang suka menunda-nunda pekerjaan meski saat berpuasa sudah diajarkan bahwa lebih baik untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat daripada kegiatan yang sia-sia, masih menjadi pribadi yang suka bergosip, dll.
Manfaat Psikologis Berpuasa: Maaf Memaafkan
Sebelum mulai berpuasa, biasanya kita saling bermaaf-maafan kepada orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Saat lebaran pun kita saling bermaaf-maafan. Namun, ada beberapa individu yang mungkin kesulitan untuk memaafkan orang lain. Memaafkan seseorang memang tidak selamanya mudah dan butuh proses. Padahal memaafkan merupakan salah satu manfaat psikologis berpuasa. Ketika ada seseorang yang menyakiti kita, normal bagi kita untuk merasa marah. Namun rasa marah itu akan berkembang menjadi hal yang tidak sehat bagi kita bila kita terlalu terikat dengan rasa marah tersebut. Memaafkan akan dirasa sebagai hal yang sangat sulit jika kita memiliki miskonsepsi mengenai memaafkan. Oleh karena itu, kita sebaiknya memahami bahwa3:
- Memaafkan bukan berarti kita membenarkan tindakan orang lain tersebut terhadap kita.
- Memaafkan bukan berarti kita harus memberi tahu pada orang tersebut bahwa kita memaafkannya.
- Memaafkan bukan berarti kita sudah tidak memiliki perasaan apapun terkait situasi yang menyakitkan kita.
- Memaafkan bukan berarti semuanya kembali baik-baik saja seperti semula dan tidak ada hal lain yang masih perlu diusahakan untuk diperbaiki.
- Memaafkan bukan berarti kita harus melupakan kejadian tersebut.
- Memaafkan bukan berarti kita harus terus melibatkan orang tersebut di dalam hidup kita.
- Memaafkan bukan berarti sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain.
Memaafkan adalah kita menerima kenyataan atas sesuatu yang telah terjadi namun tidak terikat berlarut-larut dengan emosi negatif terkait situasi itu, menemukan cara pandang yang baru terkait hal tersebut sehingga merasa lebih bahagia, dan dilakukan untuk diri kita sendiri bukan demi orang lain.
Tips Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Untuk memaafkan seseorang tentunya dibutuhkan kesediaan dari kita untuk memaafkan. Agar dapat memaafkan demi mendapat manfaat psikologis berpuasa, langkah-langkah untuk memaafkan yang bisa kita coba, yaitu:
- Pikirkan situasi yang pernah membuat kita marah. Terimalah kenyataan bahwa situasi tersebut memang benar terjadi. Terimalah kenyataan bahwa kita memiliki perasaan tertentu dan bertingkah laku tertentu ketika berespon terhadap situasi itu.
- Akuilah perkembangan positif yang kita dapatkan setelah mengalami hal tersebut dan ternyata kita masih dapat bertahan hingga saat ini, misalnya: dari kejadian tersebut kita menjadi lebih mengenal diri kita, lebih menyadari kebutuhan-kebutuhan, serta mengenal keterbatasan kita.
- Coba pikirkan tentang orang yang membuat kita marah atau benci dengannya. Orang tersebut sama seperti manusia lainnya, yaitu individu yang tidak sempurna. Manusia cenderung untuk bertingkah laku tertentu dalam upaya memuaskan kebutuhan. Saat orang tersebut berprilaku menyakiti hati kita, coba pahami kebutuhan apa yang sebenarnya saat itu sedang ingin ia puaskan, mengapa cara itu yang ia pilih?
- Putuskanlah apakah kita ingin memberitahu orang tersebut bahwa kita telah memaafkannya.
Minta maaf saja tidak cukup, lakukan perubahan pada diri sendiri
Selama menjalankan puasa, kita terlatih untuk menyadari setiap pikiran, perasaan dan perilaku kita agar tidak melakukan hal-hal yang mengurangi pahala puasa. Hal ini tentunya mempermudah kita untuk melakukan introspeksi diri. Kita menjadi lebih menyadari bahwa terdapat perilaku tertentu dari diri kita yang menyakiti perasaan orang lain atau justru merugikan diri sendiri. Bila telah menyadari kesalahan kita, tentu hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah meminta maaf baik pada diri sendiri maupun orang yang disakiti. Namun meminta maaf saja tentunya tidak cukup, kita juga perlu menunjukkan perubahan perilaku menjadi lebih baik sebagai wujud kesungguhan kita meminta maaf. Perubahan perilaku ini tentunya membutuhkan kontrol diri dan komitmen dalam menjalankan perencanaan tingkah laku (action plan).
Manfaat Psikologis Berpuasa: Perubahan Tingkah Laku
Langkah yang bisa dilakukan dalam membuat perencanaan tingkah laku, yaitu:
- Buatlah daftar tingkah laku yang ingin diubah berupa tujuan yang spesifik. Tuliskan hal-hal yang Anda inginkan, bukan hal-hal yang tidak Anda inginkan. Misalnya: daripada ‘saya tidak ingin stress lagi’, lebih baik Anda menuliskan ‘Saya ingin menikmati hobi saya berkumpul bersama teman-teman lagi’.
- Buatlah daftar keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri bila melakukan aksi/tindakan terkait tujuan tersebut.
- Tentukan skala prioritas.
- Tetapkan tingkah laku-tingkah laku yang sebaiknya ditampilkan agar tujuan Misal: “Tingkah laku apa saja yang nantinya menandakan bahwa Anda sudah tidak merasa stress lagi? Apa yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang merasa bahagia? Kegiatan apa saja yang biasanya Anda suka, namun saat ini Anda tidak suka?”
- Definisikan tingkat perubahannya. Untuk meningkatkan kesempatan keberhasilan Anda mencapai tujuan, maka tetapkanlah tujuan yang memungkinkan untuk dicapai. Misal: “Menurut Anda, seberapa sering normalnya orang-orang melakukan kegiatan yang menyenangkan?”.
- Buatlah langkah perencanaan tindakan menjadi langkah-langkah yang kecil yang membantu kita mencapai tujuan.
- Evaluasi secara teratur mengenai perilaku yang telah berhasil berubah. Bila belum ada perubahan, coba cari tahu penyebabnya atau hambatannya dan lakukan modifikasi.
Narasumber :
Afnida, M. Psi, Psikolog
Psikolog RS Awal Bros Pekanbaru
Artikel terkait:
Bagikan ke :