(ARK)
GAMBARAN UMUM
Rumah sakit seyogianya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional pemberi asuhan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan.
Maksud dan tujuan adalah menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang sudah tersedia di rumah sakit, mengoordinasikan pelayanan,kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Sebagai hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Perlu informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang:
kebutuhan pasien yang dapat dilayani oleh rumah sakit;
pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien;
rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit;
pemulangan pasien yang tepat dan aman ke rumah.
Standar ARK.1
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang penerimaan pasien dirawat inap atau pemeriksaan pasien dirawat jalan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang telah diidentifikasi sesuai dengan misi serta sumber daya rumah sakit yang ada.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit bergantung pada informasi yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, atau hasil pemeriksaan fisis, psikologis, laboratorium klinis, atau diagnostik imajing sebelumnya. Skrining dapat terjadi di tempat pasien, ambulans, atau waktu pasien tiba di rumah sakit. Keputusan untuk mengobati, mengirim, atau merujuk dibuat setelah ada evaluasi hasil skrining. Bila rumah sakit mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan serta konsisten dengan misi dan kemampuan pelayanannya maka dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan.
Rumah sakit dapat menentukan tes atau bentuk penyaringan tertentu untuk populasi pasien tertentu sebelum ditetapkan pasien dapat dilayani. Misalnya, pasien diare aktif harus diperiksa Clostridium difficile atau pasien tertentu diperiksa Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin. Tes spesifik tertentu atau evaluasi tertentu dilakukan jika rumah sakit mengharuskannya, sebelum diputuskan dapat dilayani dirawat inap atau terdaftar di unit rawat jalan. (lihat juga AP 1)
Ada regulasi untuk proses skrining baik di dalam maupun di luar rumah sakit termasuk pemeriksaan penunjang yang diperlukan/ spesifik untuk menetapkan apakah pasien diterima atau dirujuk. (R)
Ada pelaksanaan proses skrining baik di dalam maupun di luar rumah sakit. (D,W)
Ada proses pemeriksaan penunjang yang diperlukan/spesifik untuk menetapkan apakah pasien diterima atau dirujuk. (D,W)
Berdasar atas hasil skrining ditentukan apakah kebutuhan pasien sesuai dengan kemampuan rumah sakit (lihat juga TKRS 3.1 EP 1). (D,W)
Pasien diterima bila rumah sakit dapat memberi pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang dibutuhkan pasien. (D,O,W)
Pasien tidak dirawat, tidak dipindahkan, atau tidak dirujuk sebelum diperoleh hasil tes yang dibutuhkan tersedia. (D,O,W)
Pasien dengan kebutuhan darurat, sangat mendesak, atau yang membutuhkan pertolongan segera diberikan prioritas untuk asesmen dan tindakan.
Pasien darurat, sangat mendesak, atau pasien yang membutuhkan pertolongan segera diidentifikasi menggunakan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan kebutuhan pasien yang mendesak dengan mendahulukan dari pasien yang lain. Pada kondisi bencana dapat menggunakan triase bencana. Sesudah dinyatakan pasien darurat, mendesak, dan membutuhkan pertolongan segera maka dilakukan asesmen dan menerima pelayanan secepat-cepatnya. Kriteria psikologis dibutuhkan dalam proses triase. Pelatihan bagi staf diadakan agar staf mampu memutuskan pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan pelayanan yang dibutuhkan.
Jika rumah sakit tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi darurat, pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang fasilitas pelayanannya dapat memenuhi kebutuhan pasien. Sebelum ditransfer atau dirujuk pasien harus dalam keadaan stabil dan dilengkapi dengan dokumen pencatatan.
Ada regulasi tentang proses triase berbasis bukti. (R)
Ada pelaksanaan penggunaan proses triase berbasis bukti yang dipergunakan untuk memprioritaskan pasien yang sesuai dengan kegawatannya. (D,W)
Staf sudah terlatih menggunakan kriteria. (D,W,S)
Pasien dengan kebutuhan mendesak diberikan prioritas. (D,W,S)
Kondisi pasien distabilisasi sebelum ditransfer atau dirujuk dan didokumentasikan. (D,W,S)
Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan skrining kebutuhan pasien untuk menetapkan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif yang diprioritaskan berdasar atas kondisi pasien.
Pada waktu skrining dan pasien diputuskan diterima untuk rawat inap, proses asesmen membantu staf mengetahui prioritas kebutuhan pasien untuk pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif, paliatif, dan dapat menentukan pelayanan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan pasien. Pelayanan preventif (dalam proses admisi) adalah untuk mencegah perburukan/ komplikasi, misalnya antara lain kasus luka tusuk dalam diberikan ATS dan kasus luka bakar derajat berat dimasukkan ke unit luka bakar.
Ada regulasi tentang skrining pasien masuk rawat inap untuk menetapkan kebutuhan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif. (R)
Ada pelaksanaan skrining pasien masuk rawat inap untuk menetapkan kebutuhan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif. (D,W)
Temuan diproses skrining menentukan pelayanan atau tindakan kepada pasien (D,O,W)
Prioritas diberikan pada pelayanan terkait preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif. (D)
Rumah sakit mempertimbangkan kebutuhan klinis pasien dan memberi tahu pasien jika terjadi penundaan dan kelambatan dan penundaan pelaksanaan tindakan/pengobatan dan atau pemeriksaan penunjang diagnostik.
Pasien diberitahu jika ada penundaan dan kelambatan pelayanan antara lain akibat kondisi pasien atau jika pasien harus masuk dalam daftar tunggu. Pasien diberi informasi alasan dan sebab mengapa terjadi penundaan/kelambatan atau harus menunggu serta diberi tahu tentang alternatif yang tersedia, ketentuan ini berlaku bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. Untuk beberapa pelayanan, seperti onkologi atau transplan tidak berlaku ketentuan tentang penundaan/kelambatan pelayanan atau tes.
Ada regulasi tentang penundaan dan kelambatan pelayanan di rawat jalan maupun rawat inap yang harus disampaikan kepada pasien. (R)
Pasien diberi tahu alasan penundaan dan kelambatan pelayanan dan diberi informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai kebutuhan klinik pasien dan dicatat di rekam medis. (D,W)
Standar ARK.2
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur proses pasien masuk rumah sakit untuk rawat inap dan proses pendaftaran rawat jalan.
Ditetapkan regulasi untuk proses penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan. Staf memahami dan mampu melaksanakan proses penerimaan pasien.
Proses tersebut meliputi
pendaftaran pasien rawat jalan dan rawat inap;
penerimaan langsung dari unit darurat ke unit rawat inap;
menahan pasien untuk observasi.
Dalam rangka keterbukaan kepada publik tersedia sistem pendaftaran rawat inap dan rawat jalan secara online
Ada regulasi tentang proses pendaftaran pasien rawat jalan, pasien rawat inap, pasien gawat darurat, proses penerimaan pasien gawat darurat ke unit rawat inap, menahan pasien untuk observasi dan mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur pada unit yang dituju maupun di seluruh rumah sakit. (R)
Ada pelaksanaan proses penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran rawat jalan. (D,W)
Ada pelaksanaan proses penerimaan pasien gawat darurat ke unit rawat inap.(D,W)
Ada pelaksanaan proses menahan pasien untuk observasi. (D,W)
Ada pelaksanaan proses mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur pada unit yang dituju maupun di seluruh rumah sakit.(D,W)
Staf memahami dan melaksanakan semua proses sesuai dengan regulasi. (D,W)
60Ada pelaksanaan sistem pendaftaran rawat jalan dan rawat inap secara online.(D,W) (lihat juga MIRM 1)
Saat admisi, pasien dan keluarga pasien dijelaskan tentang rencana asuhan, hasil yang diharapkan dari asuhan, dan perkiraan biayanya.
Saat diputuskan rawat inap, dokter yang memutuskan rawat inap memberi informasi tentang rencana asuhan yang diberikan, hasil asuhan yang diharapkan, termasuk penjelasan oleh petugas pendaftaran tentang perkiraan biaya yang harus dibayarkan oleh pasien/keluarga. Pemberian informasi didokumentasikan.
Penjelasan termasuk rencana asuhan didokumentasikan. (D,W)
Penjelasan termasuk hasil asuhan yang diharapkan dan didokumentasikan. (D,W)
Penjelasan termasuk perkiraan biaya yang ditanggung pasien atau keluarga.(D,W)
Penjelasan yang diberikan dipahami oleh pasien dan keluarga untuk membuat keputusan. (W)
Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola alur pasien di seluruh bagian rumah sakit.
Unit darurat yang penuh sesak dan tingkat hunian rumah sakit yang tinggi dapat menyebabkan pasien menumpuk di daerah unit darurat dan menciptakannya sebagai tempat menunggu sementara pasien rawat inap. Mengelola alur berbagai pasien selama menjalani asuhannya masing-masing menjadi sangat penting untuk mencegah penumpukan yang selanjutnya mengganggu waktu pelayanan dan akhirnya juga berpengaruh terhadap keselamatan pasien. Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien (seperti penerimaan, asesmen dan tindakan, transfer pasien, serta pemulangan) dapat mengurangi penundaan asuhan kepada pasien.
Komponen dari pengelolaan alur pasien termasuk ketersediaan tempat tidur rawat inap; perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan kebutuhan lain untuk mendukung penempatan sementara pasien; perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien di beberapa lokasi sementara dan atau pasien yang tertahan di unit darurat; alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan pelayanan (seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi, dan unit pasca-anestesi);efisiensi pelayanan nonklinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien (seperti kerumahtanggaan dan transportasi); pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai dengan kebutuhan pasien; akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial, keagamaan atau bantuan spiritual, dan sebagainya).
Monitoring dan perbaikan proses ini merupakan strategi yang tepat dan bermanfaat untuk mengatasi masalah. Semua staf rumah sakit, mulai dari unit rawat inap, unit darurat, staf medis, keperawatan, administrasi, lingkungan, dan manajemen risiko dapat ikut berperan serta menyelesaikan masalah arus pasien ini. Koordinasi ini dapat dilakukan oleh seorang Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case Manager.
Alur pasien menuju dan penempatannya di unit gawat darurat berpotensi membuat pasien bertumpuk. Ada penempatan pasien di unit gawat darurat yang merupakan jalan keluar sementara mengatasi penumpukan pasien rawat inap rumah sakit.
Dengan demikian, rumah sakit harus menetapkan standar waktu berapa lama pasien di unit darurat dan di unit intermediate, kemudian harus ditransfer ke unit rawat inap rumah sakit. Diharapkan rumah sakit dapat mengatur dan menyediakan tempat yang aman bagi pasien.
Ada regulasi yang mengatur tentang proses untuk mengatur alur pasien di rumah sakit termasuk elemen a) sampai dengan g) di Maksud dan Tujuan. (R)
Ada pelaksanaan pengaturan alur pasien untuk menghindari penumpukan. (D,W)
Dilakukan evaluasi terhadap pengaturan alur pasien secara berkala dan melaksanakan upaya perbaikannya. (D,O,W)
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang kriteria yang ditetapkan untuk masuk rawat di pelayanan spesialistik atau pelayanan intensif.
Unit yang memberikan layanan intensif (misalnya ICU, ICCU, pascaoperasi) atau unit layanan spesialistik (misalnya unit luka bakar atau transplantasi organ) merupakan unit yang mahal dan biasanya menempati ruangan dengan staf yang terbatas. Setiap rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk menentukan pasien yang membutuhkan tingkat pelayanan yang tersedia di unit-unit tersebut.
Dengan mempertimbangkan bahwa pelayanan di unit spesialistik menghabiskan banyak sumber daya, rumah sakit mungkin membatasi hanya pasien dengan kondisi medis yang reversibel yang dapat diterima masuk dan pasien kondisi khusus termasuk menjelang akhir kehidupan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Agar dapat konsisten maka kriteria menggunakan prioritas atau parameter diagnostik dan atau parameter objektif termasuk kriteria berbasis fisiologis.
Mereka yang berasal dari unit-unit gawat darurat, intensif, atau layanan spesialistik berpartisipasi menentukan kriteria. Kriteria dipergunakan untuk menentukan penerimaan langsung di unit, misalnya masuk dari unit darurat.
Kriteria juga digunakan untuk masuk dari unit-unit di dalam atau dari luar rumah sakit, seperti halnya pasien dipindah dari rumah sakit lain. Pasien yang diterima masuk di unit khusus memerlukan asesmen dan evaluasi ulang untuk menentukan apakah kondisi pasien berubah sehingga tidak memerlukan lagi pelayanan spesialistik. Misalnya, jika status fisiologis sudah stabil dan monitoring intensif baik, tindakan lain tidak diperlukan lagi. Ataupun jika kondisi pasien menjadi buruk sampai pada titik pelayanan intensif atau tindakan khusus tidak diperlukan lagi, pasien kemudian dapat dipindah ke unit layanan yang lebih rendah (seperti unit pelayanan medis atau bedah, rumah penampungan, atau unit pelayanan paliatif). Kriteria untuk memindahkan pasien dari unit khusus ke unit pelayanan lebih rendah harus sama dengan kriteria yang dipakai untuk memindahkan pasien ke unit pelayanan berikutnya. Misalnya, jika keadaan pasien menjadi buruk sehingga pelayanan intensif dianggap tidak dapat menolong lagi maka pasien masuk ke rumah penampungan (hospices) atau ke masuk ke unit pelayanan paliatif dengan menggunakan kriteria.
Apabila rumah sakit melakukan riset atau menyediakan pelayanan spesialistik atau melaksanakan program, penerimaan pasien di program tersebut harus melalui kriteria tertentu atau ketentuan protokol. Mereka yang terlibat dalam riset atau program lain harus terlibat dalam menentukan kriteria atau protokol. Penerimaan ke dalam program tercatat di rekam medis pasien termasuk kriteria atau protokol yang diberlakukan terhadap pasien yang diterima masuk.
Ada regulasi tentang kriteria masuk dan keluar ICU, unit spesialistik lain, ruang perawatan paliatif termasuk bila digunakan untuk riset atau program-program lain untuk memenuhi kebutuhan pasien berdasar atas kriteria prioritas, diagnostik, parameter objektif, serta kriteria berbasis fisiologi dan kualitas hidup (quality of life).(R)
Staf yang kompeten dan berwenang dari unit intensif atau unit spesialistik terlibat dalam menentukan kriteria. (D,W)
Staf terlatih untuk melaksanakan kriteria. (D,W)
Catatan medis pasien yang diterima masuk di atau keluar dari unit intensif atauunit spesialistik memuat bukti bahwa pasien memenuhi kriteria masuk atau keluar. (D,W)
Asesmen awal termasuk menetapkan kebutuhan perencanaan pemulangan pasien.
Kesinambungan asuhan pasien setelah dirawat inap memerlukan persiapan dan pertimbangan khusus bagi sebagian pasien seperti perencanaan pemulangan pasien (P3)/discharge planning. Penyusunan P3 diawali saat proses asesmen awal rawat inap dan membutuhkan waktu agak panjang, termasuk pemutakhiran/updating. Untuk identifikasi pasien yang membutuhkan P3 maka rumah sakit menetapkan mekanisme dan kriteria, misalnya antara lain usia, tidak ada mobilitas, perlu bantuan medis dan keperawatan terus menerus, serta bantuan melakukan kegiatan sehari hari. Rencana pulang termasuk pendidikan/pelatihan khusus yang mungkin dibutuhkan pasien dan keluarga untuk kontinuitas (kesinambungan) asuhan di luar rumah sakit. Sebagai contoh, adalah pasien yang baru didiagnosis tipe 1 diabetes melitus akan membutuhkan pendidikan yang terkait diet dan nutrisi, termasuk cara memberikan suntikan insulin. Pasien yang dirawat inap karena infark miokardium membutuhkan rehabilitasi sesudah keluar rumah sakit pulang, termasuk mengatur makanan. Kesinambungan asuhan pascarawat inap akan berhasil bila penyusunan P3 dilakukan secara terintegrasi antarprofesional pemberi asuhan (PPA) terkait/relevan dan difasilitasi manajer pelayanan pasien (MPP) (manajer pelayanan pasien) (lihat juga ARK 4).
Rumah sakit menetapkan proses penyusunan perencanaan pemulangan pasien (P3), dimulai pada asesmen awal rawat inap. (R)
Rumah sakit menetapkan kriteria pasien yang membutuhkan P3 (R,D,O W)
Proses P3 dan pelaksanaannya dicatat di rekam medis sesuai dengan regulasi rumah sakit (lihat AP 1,7; ARK 4). (D)
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses kesinambungan pelayanan di rumah sakit dan koordinasi diantara profesional pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh manajer pelayanan pasien (MPP)/Case Manager.
Perjalanan pasien di rumah sakit mulai dari admisi, keluar pulang, atau pindah melibatkan berbagai profesional pemberi asuhan (PPA), unit kerja, dan MPP. Selama dalam berbagai tahap pelayanan, kebutuhan pasien dipenuhi dari sumber daya yang tersedia di rumah sakit dan kalau perlu sumber daya dari luar. Kesinambungan pelayanan berjalan baik jika semua pemberi pelayanan mempunyai informasi yang dibutuhkan tentang kondisi kesehatan pasien terkini dan sebelumnya agar dapat dibuat keputusan yang tepat.
Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan dengan pola pelayanan berfokus pada pasien (Patient/Person Centered Care–PCC). Pola ini dipayungi oleh konsep WHO: Conceptual framework integrated people-centred health services.(WHO global strategy on integrated people-centred health services 2016–2026, July 2015).
Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA) adalah sama pentingnya atau sederajat. Pada integrasi vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan ke tingkat pelayanan yang berbeda maka peranan manajer pelayanan pasien (MPP) penting untuk integrasi tersebut dengan komunikasi yang memadai terhadap profesional pemberi asuhan (PPA).
Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berpusat pada pasien dan mencakup elemen sebagai berikut:
keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga. (lihat AP 4, PAP 2, dan PAP 5); dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai Ketua tim asuhan pasien oleh profesional pemberi asuhan (PPA) (Clinical Leader). (lihat juga PAP 2.1,EP 4);
Bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dibantu antara lain oleh Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya, Alur Klinis/Clinical Pathway terintegrasi, Algoritme, Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi); perencanaan pemulangan pasien (P3)/Discharge Planning terintegrasi;
asuhan gizi terintegrasi (lihat PAP 5);
manajer pelayanan pasien/case manager.
Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan profesional pemberi asuhan (PPA) aktif dan dalam menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai peran minimal adalah sebagai berikut:
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien;
mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien;
mengoptimalkan proses reimbursemen;
dan dengan fungsi sebagai berikut:
asesmen untuk manajemen pelayanan pasien;
perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien;
komunikasi dan koordinasi;
edukasi dan advokasi;
kendali mutu dan biaya pelayanan pasien;
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan manajemen pelayanan pasien antara lain adalah:
pasien mendapat asuhan sesuai dengan kebutuhannya;
terpelihara kesinambungan pelayanan;
pasien memahami/mematuhi asuhan dan peningkatan kemandirian pasien;
kemampuan pasien mengambil keputusan;
keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga;
optimalisasi sistem pendukung pasien;
pemulangan yang aman;
kualitas hidup dan kepuasan pasien.
Rekam medis pasien merupakan sumber informasi utama tentang proses pelayanandan kemajuannya sehingga merupakan alat komunikasi penting. Rekam medis selama rawat inap dan rawat jalan dengan catatan terkini tersedia agar dapat mendukung serta bermanfaat untuk kesinambungan pelayanan pasien.
Profesional pemberi asuhan (PPA) melakukan asesmen pasien berbasis IAR sehingga informasi
MPP juga dibutuhkan. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, manajer pelayanan pasien (MPP) mencatat pada lembar form A yang merupakan evaluasi awal manajemen pelayanan pasien dan form B yang merupakan catatan implementasi manajemen pelayanan pasien. Kedua form tersebut merupakan bagian rekam medis.
Pada form A dicatat antara lain identifikasi/skrining pasien untuk kebutuhan pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen pelayanan pasien termasuk rencana, identifikasi masalah–risiko –kesempatan, serta perencanaan manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasiltasi proses perencanaan pemulangan pasien (discharge planning).
Pada form B dicatat antara lain pelaksanaan rencana manajemen pelayanan pasien, monitoring, fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi, hasil pelayanan, serta terminasi manajemen pelayanan pasien.
Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, rumah sakit harus menciptakan proses untuk melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan di antara profesional pemberi asuhan (PPA), manajer pelayanan pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain sesuai dengan regulasi rumah sakit di beberapa tempat.
Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap;
Pelayanan diagnostik dan tindakan;
Pelayanan bedah dan nonbedah;
Pelayanan rawat jalan;
Organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya.
Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu oleh penunjang lain seperti panduan praktik klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan, format rujukan, daftar tilik/check list lain, dan sebagainya.
Diperlukan regulasi untuk proses koordinasi tersebut. (lihat juga, SKP 2.2; ARK 2.3; ARK 2.3.1; AP 4.1; AP 4.4; PAB 7.2)
Ada regulasi tentang proses dan pelaksanaan untuk mendukung kesinambungan dan koordinasi asuhan, termasuk paling sedikit h. s/d l. yang dimuat di Maksud dan Tujuan ARK.3, sesuai regulasi rumah sakit (lihat juga TKP.10) (R)
Ada penunjukkan MPP dengan uraian tugas antara lain dalam konteks menjaga kesinambungan dan koordinasi pelayanan bagi individu pasien melalui komunikasi dan kerjasama dengan PPA dan pimpinan unit serta mencakup butir a) sampai dengan h) di maksud dan tujuan. (D,W)
Pasien diskrining untuk kebutuhan pelayanan manajemen pelayanan pasien (D,W)
Pasien yang mendapat pelayanan MPP, pencatatannya dilakukan dalam Form MPP selalu diperbaharui untuk menjamin komunikasi dengan PPA.(R,D)
5. Kesinambungan dan koordinasi proses pelayanan didukung dengan menggunakan perangkat pendukung, seperti rencana asuhan PPA, catatan MPP, panduan, atau perangkat lainnya. (D,O,W)
6. Kesinambungan dan koordinasi dapat dibuktikan di semua tingkat/fase asuhan pasien. (D,O,W)
Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa setiap pasien harus dikelola oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) untuk memberikan asuhan kepada pasien.
suhan pasien diberikan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) yang bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) berperan sebagai ketua tim asuhan pasien oleh profesional pemberi asuhan (PPA) (clinical leader).
Untuk mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada di rumah sakit, harus ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai individu yang bertanggung jawab mengelola pasien sesuai dengan kewenangan klinisnya, serta melakukan koordinasi dan kesinambungan asuhan. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang ditunjuk ini tercatat namanya di rekam medis pasien. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)/para DPJP memberikan keseluruhan asuhan selama pasien berada di RS dapat meningkatkan antara lain kesinambungan, koordinasi, kepuasan pasien, mutu, keselamatan, dan termasuk hasil asuhan. Individu ini membutuhkan kolaborasi dan komunikasi dengan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya.
Bila seorang pasien dikelola oleh lebih satu dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) maka harus ditetapkan DPJP utama. Sebagai tambahan, rumah sakit menetapkan kebijakan dan proses perpindahan tanggung jawab dari satu dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) ke DPJP lain.
Ada regulasi tentang dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang bertanggung jawab melakukan koordinasi asuhan dan bertugas dalam seluruh fase asuhan rawat inap pasien serta teridentifikasi dalam rekam medis pasien. (R)
Regulasi juga menetapkan proses pengaturan perpindahan tanggung jawab koordinasi asuhan pasien dari satu dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
ke DPJP lain, termasuk bila terjadi perubahan DPJP utama. (R)
DPJP yang ditetapkan telah memenuhi proses kredensial yang sesuai dengan peraturan perundangan. (D,W)
Bila dilaksanakan rawat bersama ditetapkan DPJP utama sebagai koordinator asuhan pasien. (D,W)
Rumah sakit menetapkan informasi tentang pasien disertakan pada proses transfer.
Selama dirawat inap di rumah sakit, pasien mungkin dipindah dari satu pelayanan atau dari satu unit rawat inap ke berbagai unit pelayanan lain atau unit rawat inap lain. Jika profesional pemberi asuhan (PPA) berubah akibat perpindahan ini maka informasi penting terkait asuhan harus mengikuti pasien. Pemberian obat dan tindakan lain dapat berlangsung tanpa halangan dan kondisi pasien dapat dimonitor. Untuk memastikan setiap tim asuhan menerima informasi yang diperlukan maka rekam medis pasien ikut pindah atau ringkasan informasi yang ada di rekam medis disertakan waktu pasien pindah dan menyerahkan kepada tim asuhan yang menerima pasien. Ringkasan memuat sebab pasien masuk dirawat, temuan penting, diagnosis, prosedur atau tindakan, obat yang diberikan, dan keadaan pasien waktu pindah.
Bila pasien dalam pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) maka kesinambungan proses tersebut di atas dipantau, diikuti, dan transfernya disupervisi oleh manajer pelayanan pasien (MPP).
Ada regulasi tentang transfer pasien antar unit pelayanan di dalam rumah sakit dilengkapi dengan form transfer pasien. (R)
Form tersebut memuat indikasi pasien masuk dirawat. (D)
Form tersebut memuat riwayat kesehatan, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan diagnostik. (D)
Form tersebut memuat setiap diagnosis yang dibuat. (D)
Form tersebut memuat setiap prosedur yang dilakukan. (D)
Form tersebut memuat obat yang diberikan dan tindakan lain yang dilakukan. (D)
Form tersebut memuat keadaan pasien pada waktu dipindah (transfer). (D)
Ketentuan tersebut dilaksanakan. (D,O,W)
PEMULANGAN DARI RUMAH SAKIT (DISCHARGE) DAN TINDAK LANJUT
Rumah sakit menetapkan regulasi melaksanakan proses pemulangan pasien (discharge) dari rumah sakit berdasar atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan kesinambungan asuhan atau tindakan.
Merujuk atau mengirim pasien ke praktisi kesehatan di luar rumah sakit, unit pelayanan lain, rumah, atau keluarga didasarkan atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhannya untuk memperoleh kesinambungan asuhan. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya yang bertanggung jawab atas asuhan pasien menentukan kesiapan pasien keluar rumah sakit berdasar atas kebijakan, kriteria, dan indikasi rujukan yang ditetapkan rumah sakit. Kebutuhan kesinambungan asuhan berarti rujukan ke dokter spesialis, rehabilitasi fisik, atau bahkan kebutuhan upaya preventif di rumah yang dikoordinasikan oleh keluarga pasien. Diperlukan proses yang terorganisir dengan baik untuk memastikan bahwa kesinambungan asuhan dikelola oleh praktisi kesehatan atau oleh sebuah organisasi di luar rumah sakit. Pasien yang memerlukan perencanaan pemulangan pasien (discharge planning) maka rumah sakit mulai merencanakan hal tersebut sedini-dininya yang sebaiknya untuk menjaga kesinambungan asuhan dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA) terkait/relevan serta difasilitasi oleh manajer pelayanan pasien (MPP). Keluarga dilibatkan dalam proses ini sesuai dengan kebutuhan (lihat juga AP 1.8).
Rumah sakit dapat menetapkan regulasi tentang kemungkinan pasien diizinkan keluar rumah sakit dalam jangka waktu tertentu untuk keperluan penting.
Ada regulasi tentang pemulangan pasien disertai kriteria pemulangan pasien dan pasien yang rencana pemulangannya kompleks (discharge planning) untuk kesinambungan asuhan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien. (R)
Ada bukti pemulangan pasien sesuai dengan kriteria pemulangan pasien. (D,W)
Ada regulasi yang menetapkan kriteria tentang pasien yang diizinkan untuk keluar meninggalkan rumah sakit selama periode waktu tertentu. (R)
Ada bukti pelaksanaan tentang pasien yang diizinkan untuk keluar meninggalkan rumah sakit selama periode waktu tertentu. (D,W)
Rumah sakit bekerja sama dengan praktisi kesehatan di luar rumah sakit tentang tindak lanjut pemulangan.
Dibutuhkan perencanaan untuk mengatur tindak lanjut pemulangan pasien ke praktisi kesehatan atau organisasi lain yang dapat memenuhi kebutuhan kesinambungan asuhan pasien. Rumah sakit yang berada di komunitas tempat praktisi kesehatan juga berada di dalamnya membuat kerja sama formal dan informal. Jika pasien berasal dari komunitas/daerah lain maka rumah sakit akan merujuk pasien ke praktisi kesehatan yang berasal dari komuitas tempat pasien tinggal.
Mungkin juga, pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan pelayanan kesehatan pada waktu pasien keluar dari rumah sakit (discharge). Misalnya, pasien mungkin membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, atau bantuan lain pada waktu pasien keluar rumah sakit. Proses perencanaan pemulangan pasien (discharge planning) dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA) terkait serta difasilitasi oleh manajer pelayanan pasien (MPP) memuat bentuk bantuan pelayanan yang dibutuhkan dan ketersediaan bantuan yang dimaksud.
Ada bukti pemulangan pasien yang rencana pemulangannya kompleks (discharge planning) dimulai sejak awal pasien masuk rawat inap melibatkan semua PPA terkait serta difasilitasi oleh MPP, untuk kesinambungan asuhan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien. (D,W)
Pada tindak lanjut pemulangan pasien bila diperlukan dapat ditujukan kepada fasilitas kesehatan baik perorangan ataupun institusi yang berada di komunitas dimana pasien berada yang bertujuan untuk memberikan bantuan pelayanan.(D)
Ringkasan pasien pulang (discharge summary) dibuat untuk semua pasien rawat inap.
Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien yang tinggal di rumah sakit. Ringkasan dapat digunakan oleh praktisi yang bertanggung jawab memberikan tindak lanjut asuhan. Ringkasan memuat hal indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain;
temuan fisik penting dan temuan-temuan lain;
tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan;
obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat efek residual setelah obat tidak diteruskan dan semua obat yang harus digunakan di rumah;
kondisi pasien (status present);
ringkasan memuat instruksi tindak lanjut agar dihindari istilah anjuran.
Ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien/keluarga karena memuat instruksi.
Ringkasan pulang memuat riwayat kesehatan, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan diagnostik. (D)
Ringkasan pulang memuat indikasi pasien dirawat inap, diagnosis, dan komorbiditas lain. (D)
Ringkasan pulang memuat prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan. (D)
Ringkasan pulang memuat obat yang diberikan termasuk obat setelah pasien keluar rumah sakit. (D)
Ringkasan pulang memuat kondisi kesehatan pasien (status present) saat akan pulang dari rumah sakit. (D) (EP 5 untuk IGD dan transfer)
Ringkasan pulang memuat instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien dan keluarga. (D)
Rumah sakit menetapkan pemberian ringkasan pasien pulang kepada pihak yang berkepentingan.
Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar dari rumah sakit oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
Satu salinan/copy dari ringkasan diberikan kepada tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan tindak lanjut asuhan kepada pasien. Satu salinan diberikan kepada pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit yang mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Satu salinan diberikan kepada penjamin.
Salinan ringkasan berada di rekam medis pasien.
Ringkasan pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang. (D,W)
Satu salinan ringkasan diberikan kepada pasien dan bila diperlukan dapat diserahkan kepada tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan kelanjutan asuhan. (D,W)
Satu salinan ringkasan yang lengkap ditempatkan di rekam medis pasien. (D)
Satu salinan ringkasan diberikan kepada pihak penjamin pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D)
Untuk pasien rawat jalan yang membutuhkan asuhan yang kompleks atau diagnosis yang kompleks dibuat catatan tersendiri Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) dan tersedia untuk PPA.
Jika rumah sakit memberikan asuhan dan tindakan berlanjut kepada pasien dengan diagnosis kompleks dan atau yang membutuhkan asuhan kompleks (misalnya, pasien yang datang beberapa kali dengan masalah kompleks, menjalani tindakan beberapa kali, datang di beberapa unit klinis, dan sebagainya) maka kemungkinan dapat bertambahnya diagnosis dan obat, perkembangan riwayat penyakit, serta temuan pada pemeriksaan fisis. Oleh karena itu, untuk kasus seperti ini harus dibuat ringkasannya. Sangat penting bagi setiap PPA yang berada di berbagai unit yang memberikan asuhan kepada pasien ini mendapat akses ke informasi Profil Ringkas
Medis Rawat Jalan (PRMRJ) tersebut.
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) memuat informasi, termasuk:
identifikasi pasien yang menerima asuhan kompleks atau dengan diagnosis kompleks (seperti pasien di klinis jantung dengan berbagai komorbiditas antara lain DM tipe 2, total knee replacement, gagal ginjal tahap akhir, dan sebagainya. Atau pasien di klinis neurologik dengan berbagai komorbiditas).
Identifikasi informasi yang dibutuhkan oleh para dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang menangani pasien tersebut
Menentukan proses yang digunakan untuk memastikan bahwa informasi medis yang dibutuhkan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) tersedia dalam format mudah ditelusur (easy-to-retrieve) dan mudah di-review.
Evaluasi hasil implementasi proses untuk mengkaji bahwa informasi dan proses memenuhi kebutuhan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan meningkatkan mutu serta keselamatan pasien.
Ditetapkan kriteria pasien rawat jalan dengan asuhan yang kompleks atau yang diagnosisnya kompleks diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) yang sesuai dengan regulasi rumah sakit. (R)
Ada regulasi yang menetapkan bahwa proses PRMRJ mudah ditelusur (easy to retrieve) dan mudah di-review. (R)
Informasi penting yang dimasukkan ke dalam PRMRJ diidentifikasi oleh DPJP. (R,D)
Proses tersebut dievaluasi untuk memenuhi kebutuhan para DPJP dan meningkatkan mutu serta keselamatan pasien. (D,W)
Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola dan melakukan tindak lanjut pasien dan memberitahu staf rumah sakit bahwa mereka berniat keluar rumah sakit serta menolak rencana asuhan medis.
Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola pasien yang menolak rencana asuhan medis yang melarikan diri.
Jika seorang pasien rawat inap atau rawat jalan telah selesai menjalani pemeriksaan lengkap dan sudah ada rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan, kemudian pasien ini memutuskan meninggalkan rumah sakit maka pasien ini dianggap sebagai pasien keluar menolak rencana asuhan medis. Pasien rawat inap dan rawat jalan (termasuk pasien dari unit darurat) berhak menolak tindakan medis dan keluar rumah sakit. Pasien ini menghadapi risiko karena menerima pelayanan atau tindakan tidak lengkap yang berakibat terjadi kerusakan permanen atau kematian. Jika seorang pasien rawat inap atau rawat jalan minta untuk keluar dari rumah sakit tanpa persetujuan dokter maka pasien harus diberitahu tentang risiko medis oleh dokter yang membuat rencana asuhan atau tindakan dan proses keluarnya pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit. Jika pasien mempunyai dokter keluarga maka dokter keluarga tersebut harus diberitahu tentang keputusan pasien. Bila tidak ada dokter keluarga maka pasien dimotivasi untuk mendapat/mencari pelayanan kesehatan lebih lanjut.
Harus diupayakan agar mengetahui alasan mengapa pasien keluar menolak rencana asuhan medis. Rumah sakit perlu mengetahui alasan ini agar dapat melakukan komunikasi lebih baik dengan pasien dan atau keluarga pasien dalam rangka memperbaiki proses.
Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa memberi tahu siapapun di dalam
rumah sakit atau ada pasien rawat jalan yang menerima pelayanan kompleks atau pelayanan untuk menyelamatkan jiwa, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, tidak kembali ke rumah sakit maka rumah sakit harus berupaya menghubungi pasien untuk memberi tahu tentang potensi risiko bahaya yang ada.
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses ini sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk rumah sakit membuat laporan ke dinas kesehatan atau kementerian kesehatan tentang kasus infeksi dan memberi informasi tentang pasien yang mungkin mencelakakan dirinya atau orang lain.
Ada regulasi untuk mengelola pasien rawat jalan dan rawat inap yang menolak rencana asuhan medis termasuk keluar rumah sakit atas permintaan sendiri dan pasien yang menghendaki penghentian pengobatan. (R)
Ada bukti pemberian edukasi kepada pasien tentang risiko medis akibat asuhan medis yang belum lengkap. (D,O,W)
Pasien keluar rumah sakit atas permintaan sendiri, tetapi tetap mengikuti proses pemulangan pasien. (D)
Dokter keluarga (bila ada) atau dokter yang memberi asuhan berikutnya dari pasien diberitahu tentang kondisi tersebut. (D)
Ada dokumentasi rumah sakit melakukan pengkajian untuk mengetahui alasan pasien keluar rumah sakit atas apakah permintaan sendiri, menolak asuhan medis, atau tidak melanjutkan program pengobatan. (D)
Ada regulasi yang mengatur pasien rawat inap dan rawat jalan yang meninggalkan rumah sakit tanpa pemberitahuan (melarikan diri). (R)
Rumah sakit melakukan identifikasi pasien menderita penyakit yang membahayakan dirinya sendiri atau lingkungan. (D,W)
Rumah sakit melaporkan ke pada pihak yang berwenang bila ada indikasi kondisi pasien yang membahayakan dirinya sendiri atau lingkungan. (D,W)
RUJUKAN PASIEN
Pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain berdasar atas kondisi pasien untuk memenuhi kebutuhan asuhan berkesinambungan dan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan penerima untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan lain didasarkan atas kondisi pasien dan kebutuhan untuk memperoleh asuhan berkesinambungan. Rujukan pasien antara lain untuk memenuhi kebutuhan pasien atau konsultasi spesialistik dan tindakan, serta penunjang diagnostik. Jika pasien dirujuk ke rumah sakit lain, yang merujuk harus memastikan fasilitas kesehatan penerima menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien dan mempunyai kapasitas menerima pasien.
Diperoleh kepastian terlebih dahulu dan kesediaan menerima pasien serta persyaratan rujukan diuraikan dalam kerja sama formal atau dalam bentuk perjanjian.
Ketentuan seperti ini dapat memastikan kesinambungan asuhan tercapai dan kebutuhan pasien terpenuhi. Rujukan terjadi juga ke fasilitas kesehatan lain dengan atau tanpa ada perjanjian formal.
Ada regulasi tentang rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
Rujukan pasien dilakukan sesuai dengan kebutuhan kesinambungan asuhan pasien. (D)
Rumah sakit yang merujuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang menerima dapat memenuhi kebutuhan pasien yang dirujuk. (D,W)
Ada kerjasama rumah sakit yang merujuk dengan rumah sakit yang menerima rujukan yang sering dirujuk. (R)
Rumah sakit menetapkan proses rujukan untuk memastikan pasien pindah dengan aman.
Rujukan pasien sesuai dengan kondisi pasien menentukan kualifikasi staf pendamping yang memonitor dan menentukan jenis peralatan medis khusus.
Selain itu, harus dipastikan fasilitas pelayanan kesehatan penerima menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien dan mempunyai kapasitas pasien dan jenis teknologi medis.
Diperlukan proses konsisten melakukan rujukan pasien untuk memastikan keselamatan pasien.
Proses ini menangani ada staf yang bertanggung jawab dalam pengelolaan rujukan termasuk
untuk memastikan pasien diterima di rumah sakit rujukan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien;
selama dalam proses rujukan ada staf yang kompeten sesuai dengan kondisi pasien yang selalu memonitor dan mencatatnya dalam rekam medis;
dilakukan identifikasi kebutuhan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan peralatan medis yang dibutuhkan selama proses rujukan;
dalam proses pelaksanaan rujukan, ada proses serah terima pasien antara staf pengantar dan yang menerima.
Rumah sakit melakukan evaluasi terhadap mutu dan keamanan proses rujukan untuk memastikan pasien telah ditransfer dengan staf yang kompeten dan dengan peralatan medis yang tepat.
Ada staf yang bertanggung jawab dalam pengelolaan rujukan termasuk untuk memastikan pasien diterima di rumah sakit rujukan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien. (D,W)
Selama proses rujukan ada staf yang kompeten sesuai dengan kondisi pasien yang selalu memonitor dan mencatatnya dalam rekam medis. (D,W)
Selama proses rujukan tersedia obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan, dan peralatan medis sesuai dengan kebutuhan kondisi pasien. (D,O,W)
Ada proses serah terima pasien antara staf pengantar dan yang menerima. (D,O,W)
Pasien dan keluarga dijelaskan apabila rujukan yang dibutuhkan tidak dapat dilaksanakan. (D)
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mengatur proses rujukan dan dicatat di rekam medis pasien.
Informasi tentang pasien dirujuk disertakan bersama dengan pasien untuk menjamin kesinambungan asuhan. Dokumen rujukan berisi identitas pasien;
hasil pemeriksaan (anamesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan;
diagnosis kerja.
terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
tujuan rujukan;
nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan rujukan.
Dokumentasi juga memuat nama fasilitas pelayanan kesehatan dan nama orang di fasilitas pelayanan kesehatan yang menyetujui menerima pasien, kondisi khusus untuk rujukan (seperti kalau ruangan tersedia di penerima rujukan atau tentang status pasien). Juga dicatat jika kondisi pasien atau kondisi pasien berubah selama ditransfer (misalnya, pasien meninggal atau membutuhkan resusitasi).
Dokumen lain yang diminta sesuai dengan kebijakan rumah sakit (misalnya, tanda tangan perawat atau dokter yang menerima serta nama orang yang memonitor pasien dalam perjalanan rujukan) masuk dalam catatan.
Dokumen rujukan diberikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan penerima bersama dengan pasien.
Catatan setiap pasien yang dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya memuat juga dokumentasi selama proses rujukan.
Dokumen rujukan berisi nama dari fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima dan nama orang yang menyetujui menerima pasien. (D)
Dokumen rujukan berisi alasan pasien dirujuk, memuat kondisi pasien, dan kebutuhan pelayanan lebih lanjut. (D)
Dokumen rujukan juga memuat prosedur dan intervensi yang sudah dilakukan. (D)
Proses rujukan dievaluasi dalam aspek mutu dan keselamatan pasien. (lihat PMKP) (D,O.W)
TRANSPORTASI
Rumah sakit menetapkan regulasi tentang transportasi dalam proses merujuk, memindahkan atau pemulangan, serta pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Proses merujuk, memindahkan, dan memulangkan pasien membutuhkan pemahaman tentang kebutuhan transpor pasien. Misalnya, pasien dari unit pelayanan kronik atau pusat rehabilitasi yang membutuhkan pelayanan rawat jalan atau evaluasi asuhan di unit darurat mungkin tiba dengan ambulans atau transportasi lainnya.
Setelah selesai, pasien mungkin minta bantuan transpor untuk kembali ke rumahnya atau fasilitas lain. Pada situasi lain, misalnya pasien mengemudi kendaraannya sendiri menuju ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan yang kemudian karena tindakan tadi mengganggu kemampuannya mengemudi sendiri untuk pulang (seperti, operasi mata, prosedur yang memerlukan sedasi dan sebagainya). Merupakan tanggung jawab rumah sakit melakukan asesmen kebutuhan transpor pasien dan memastikan pasien mendapat transportasi aman. Bergantung pada kebijakan rumah sakit dan peraturan perundang-undangan apakah ongkos transpor dapat atau tidak menjadi tanggung jawab rumah sakit.
Jenis kendaraan untuk transportasi berbagai macam, mungkin ambulans atau kendaraan lain milik rumah sakit atau berasal dari sumber yang diatur oleh keluarga atau teman. Jenis kendaraan yang diperlukan bergantung pada kondisi dan status pasien.
Kendaraan transportasi milik rumah sakit harus tunduk pada peraturan perundangan yang mengatur tentang kegiatan operasionalnya, kondisi, dan perawatan kendaraan. Rumah sakit mengidentifikasi kegiatan transportasi yang berisiko terkena infeksi dan menentukan strategi mengurangi risiko infeksi (lihat juga PPI 7; PPI 7.1; PPI 7.1.1; PPI 7.2; PPI 7.3; PI 8; PPI 9). Persediaan obat dan perbekalan medis yang harus tersedia dalam kendaraan bergantung pada pasien yang dibawa. Misalnya, membawa pasien geriatri dari unit rawat jalan pulang ke rumahnya sangat berbeda dengan jika harus transfer pasien dengan penyakit menular atau transpor pasien luka bakar ke rumah sakit lain.
Jika rumah sakit membuat kontrak layanan transportasi maka rumah sakit harus dapat menjamin bahwa kontraktor harus memenuhi standar untuk mutu dan keselamatan pasien dan kendaraan. Jika layanan transpor diberikan oleh Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan, perusahaan asuransi, atau organisasi lain yang tidak berada dalam pengawasan rumah sakit maka masukan dari rumah sakit tentang keselamatan dan mutu transpor dapat memperbaiki kinerja penyedia pelayanan transpor.
Dalam semua hal, rumah sakit melakukan evaluasi terhadap mutu dan keselamatan pelayanan transportasi. Hal ini termasuk penerimaan, evaluasi, dan tindak lanjut keluhan terkait pelayanan transportasi.
Ada regulasi untuk proses transportasi pasien sesuai dengan kebutuhannya yang meliputi asesmen kebutuhan transportasi, obat, bahan medis habis pakai, serta alat kesehatan dan peralatan medis sesuai dengan kebutuhan pasien. (R)
Berdasar atas hasil asesmen, alat transportasi yang digunakan untuk rujukan harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien dan memenuhi ketentuan keselamatan transportasi termasuk memenuhi persyaratan PPI. (D,O,W)
Bila alat transportasi yang digunakan terkontaminasi cairan tubuh pasien atau pasien dengan penyakit menular harus dilakukan proses dekontaminasi. (lihat juga PPI 7.1) (D,O,W)
Ada mekanisme untuk menangani keluhan proses transportasi dalam rujukan. (D,W)
Copyright ©2024 - PT. Perdana Utama Mandiri. All right reserved